Kita ber-KTP muslim, jangan-jangan kita masuk golongan musyrik. Kenapa bisa?
Allah Ta’ala berfirman,
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آَلِهَةً لَعَلَّهُمْ يُنْصَرُونَ (74) لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُحْضَرُونَ (75) فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ (76)
“Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala- berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.” (QS. Yasin: 74-76)
Kesimpulan Mutiara Ayat
Berikut keterangan dari Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat di atas, Allah Ta’ala mengingkari orang musyrik yang menjadikan tandingan bagi Allah. Dengan beribadah pada selain Allah, orang musyrik meyakini bahwa mereka akan ditolong dan diberi rezeki. Mereka anggap ibadah kepada selain Allah itu untuk mendekatkan diri mereka pada Allah Ta’ala.
Padahal sesembahan selain Allah itu tidak sanggup memberikan pertolongan. Sesembahan selain Allah itu sangatlah lemah. Bahkan sesembahan itu sendiri tidak dapat menolong diri mereka. Jika ada yang mencelakai sesembahan tersebut, mereka pun tidak bisa mengelak. Karena sesembahan itu hanya benda mati, tak bisa berpikir.
Berhala dan sesembahan selain Allah sudah disiapkan untuk menolong orang musyrik pada hari kiamat saat manusia akan dihisab. Demikian kata Imam Mujahid.
Ingat setiap muslim bisa jadi terjerumus dalam kesyirikan ketika ia menjadikan selain Allah sebagai tandingan dalam ibadah bagi Allah.
(Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, karya Ibnu Katsir, 6: 357)
Apa itu Syirik?
Syirik adalah memalingkan salah satu ibadah kepada selain Allah. Orang yang memalingkannya disebut musyrik.
Di antara bentuk kesyirikan adalah do’a pada selain Allah, penyandaran hati (tawakkal) pada selain Allah, dan harus memenuhi syarat tumbal atau sesajen. Padahal ini semuanya adalah bentuk ibadah. Barangsiapa yang memalingkan satu bentuk ibadah kepada selain Allah, maka ia musyrik kafir.
Dalam ayat, Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun” (QS. An-Nisa’: 36).
لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولًا
“Janganlah kamu adakan Rabb yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).” (QS. Al-Isra’: 22).
Allah Ta’ala melarang menujukan do’a atau ibadah secara umum pada selain Allah dalam firman-Nya,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin: 18).
Ada empat penafsiran tentang “masjid” dalam ayat ini:
(1) Masjid adalah tempat shalat. Ketika Yahudi dan Nashrani masuk dalam tempat ibadah mereka, di dalamnya mereka berbuat syirik, maka Allah perintahkan kaum muslimin untuk memurnikan ibadah hanya untuk Allah ketika mereka memasuki masjid. Demikian kata Qatadah.
(2) Masjid yang dimaksud adalah anggota tubuh yang digunakan seseorang untuk sujud. Sehingga maknanya, janganlah sujud dengan anggota badan tersebut pada selain Allah. Pendapat kedua ini menjadi pendapat Sa’id bin Jubair.
(3) Makna masjid adalah seluruh tempat di muka bumi sebagaimana kata Al Hasan Al Bashri. Artinya, seluruh muka bumi adalah tempat sujud, maka janganlah sujud di tempat tersebut kepada selain Sang Khaliq, Allah Ta’ala.
(4) Masjid berarti sujud. Karenanya maknanya adalah sujudlah pada Allah saja, jangan sujud pada selain-Nya. Empat tafsiran ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Zaad Al-Masir, 8: 382-383.
Syaikh Shalih Alu Syaikh hafizhohullah menerangkan bahwa maksud ayat tersebut mencakup do’a mas’alah dan do’a ibadah. Karena di masjid dilakukan dua macam ibadah, yaitu do’a berisi permintaan pada Allah (inilah yang dimaksud do’a mas’alah) dan ibadah secara umum (inilah yang dimaksud do’a ibadah). Sehingga maksud ayat di atas berisi larangan menunjukan do’a dan ibadah secara umum kepada selain Allah. Lihat Syarh Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 33-34.
Bahasan di atas berarti setiap do’a, juga ibadah secara umum tidaklah boleh ditujukan kepada selain Allah, baik kepada matahari dan rembulan, pohon dan batu, begitu pula pada malaikat, nabi, wali, dan orang shalih. Sehingga yang melakukan kesyirikan dalam bentuk tumbal, sedekah laut, dan sesajen pada selain Allah, sebagai syarat pesugihan dari kubur wali atau tempat keramat, maka ia telah berbuat syirik pada Allah Ta’ala. Orang yang berbuat syirik telah melanggar ikrar syahadatnya karena mengucapkan syahadat mengharuskan seseorang menyembah Allah saja, tidak menyekutukan Allah dalam ibadah kepada selain-Nya.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al-‘Ajlan Al Anshori, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim Al-Hambali berkata, “Hadits ini menunjukkan hakikat makna ‘laa ilaha illallah’. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat tersebut dengan mengharap wajah Allah, maka ia harus mengamalkan konsekuensi kalimat tersebut yaitu mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan. Balasannya bisa diperoleh jika terpenuhinya syarat dan terlepasnya halangan.” (Hasyiyah Kitab Tauhid, hlm. 28).
Semoga bermanfaat. Moga Allah memberi taufik dan hidayah pada kita agar dibimbing pada tauhid yang benar serta dihindarkan dari kesyirikan.
—
@ Perpus Rumaysho – Darush Sholihin, 6 Syawal 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com